PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK/ PERJANJIAN  

MoU
MoU merupakan pra kontak atau negosiasi yang dituangkan dalam tulisan yang memuat isi pendahuluan sebelum adanya suatau perjanjian atau biasa disebut dengan nota kesepahaman atau nota kesepakatan 

MoU merupakan suatu perbuatan hukum dari salah satu pihak (subjek hukum) untuk menyatakan maksudnya kepada pihak lainnya akan sesuatu yang ditawarkannya ataupun yang dimilikinya. Dengan kata lain, MoU pada dasarnya merupakan perjanjian pendahuluan, yang mengatur dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mengadakan studi kelayakan terlebih dahulusebelum membuat  perjanjian yang lebih terperinci dan mengikat para pihak pada nantinya.


Perjanjian
 
Perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana salah satu pihak (subjek hukum) berjanji kepadapihak lainnya atau yang mana kedua belah dimaksud saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sebagaimana diatur dalam Pasal 1313  (“KUHPerdata”).
 
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa suatu perjanjian mengandung unsur sebagai berikut:
 
a)    Perbuatan
Frasa “Perbuatan” tentang Perjanjian ini lebih kepada “perbuatan hukum” atau “tindakan hukum”.Hal tersebut dikarenakan perbuatan sebagaimana dilakukan oleh para pihak berdasarkan perjanjian akan membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan tersebut.
 
b)    Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih
Perjanjian hakikatnya dilakukan paling sedikit oleh 2 (dua) pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum (subjek hukum).
 
c)     Mengikatkan diri
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Artinya, terdapat akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
 
Adapun suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak maka perjanjian dimaksud haruslah  memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPer, yang terbagi menjadi syarat subjektif terbagi kedalam syarat ke 1 dan 2  dan syarat objektif terbagi kedalam syarat ke 3 dan ke 4:
1)    Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut;.
2)    Cakap untuk membuat perikatan.
Para pihak mampu membuat suatu perjanjian, dalam hal ini tidak tekualifikasi sebagai pihak yang tidak cakap hukum untuk membuat suatu perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 KUHPer.
Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap sebagaimana tersebut di atas, maka Perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 1446 KUHPer).
3)    Suatu hal tertentu.
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Dalam hal suatu perjanjian tidak menentukan jenis objek dimaksud maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Sebagaimana Pasal 1332 KUHPer menentukan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian. Selain itu, berdasarkan Pasal 1334 KUHPer barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
4)    Suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Sebagaimana Pasal 1335 KUHPer menyatakan suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.

   Kekuatan Hukum antara MoU dan Perjanjian
 
Sejatinya, MoU belumlah melahirkan suatu Hubungan Hukum karena MoU baru merupakan persetujuan prinsip yang dituangkan secara tertulis. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, MoU yang dituangkan secara tertulis baru menciptakan suatu awal yang menjadi landasan penyusunan dalam melakukan hubungan hukum dan sifatnya hanya beban moral saja yang didapat oleh masing masing pihak jika terjadi suatu ingkar janji.
 
berbeda dengan perjanjian / kontrak yang telah mempunyai kekuatan hukum jika dikemudian hari terjadi wanprestasi terhadap kontrak yang dilakukan salah satu pihak maka dapat diberikan sanksi tegas sesuai dengan hukum yang berlaku dalam kontrak tersebut.
 

Comments

Popular posts from this blog

Kebijakan New Normal Dalam Aktivitas Kegiatan Ekonomi Indonesia

Perlindungan Hukum Bagi Usaha Mikro dan Kecil

Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Asuransi